BICARA menu sari laut di Blitar, mungkin tidak ada yang selezat masakan warung kaki limanya Mardi. Warung ini berada di sebelah timur Pasar Legi, deretan paling utara. Sejak buka pukul 17.00 sore, warung tenda ini tak pernah sepi pengunjung. Mardi baru menutup warung bila dagangannya habis; rata-rata pukul 23.00.
Namanya juga sari laut, menu yang ditawarkan macam cumi-cumi goreng, kepiting rebus, kerang rebus, dorang goreng, dan sebagainya. Yang membuat masakan Mardi beda, tentu saja, adalah bumbunya yang sungguh khas. Terutama kepiting asam manisnya. "Manisnya pas, tapi gurihnya tidak hilang," aku Andik, salah satu pelanggan setia Mardi.
Bila menemukan menu sari laut di tempat lain yang tak kalah lezat, bisa jadi pemilik warung itu adalah bekas anak buah Mardi. Ya, beberapa anak buah Mardi yang sudah pintar meracik bumbu memang memilih buka usaha sendiri. Misalnya Arif yang buka warung di Jl Anjasmoro, dan Totok di Jl Kalimantan.
Mardi adalah potret pendatang dari Lamongan yang sukses. Sebelum menempati rumah dua lantainya yang sekarang, dia mengontrak rumah kecil di Jl Semeru barat. Nah, di depan rumah kontrakan Mardi adalah rumah temanku, Warto, yang sekaligus berfungsi sebagai bengkel sepeda. Suatu kali, ketika Warto sibuk menambal ban, tiba-tiba kakinya terasa seperti dicubit. Kaget, dia buru-buru melompat.
Ternyata, si pencubit adalah kepiting sebesar kepalan tangan orang dewasa. Rupanya kepiting itu milik Mardi yang, entah bagaimana ceritanya, lepas dari ikatan. Hewan bercupit itu lantas masuk ke bengkel Warto, karena kebetulan pintu belakangnya terbuka. Teman saya itu berpikir cepat tentang apa yang harus dilakukan terhadap si kepiting. "Dikembalikan sayang, tapi kalau ditangkap untuk apa?" pikirnya.
Detik berikutnya dia dapat ide. Kepiting itu segera ditangkap dengan cara ditutupi kurungan ayam. Maklum, kalau ditangkap dengan tangan, bisa-bisa Warto dicapit. Kepiting berhasil ditangkap, kini tinggal berpikir mencari bumbunya. Kemana? Tak perlu jauh-jauh, tinggal minta pada tetangga belakang rumah, siapa lagi kalau bukan Mardi.
"Saya sudah biasa minta bumbu kepadanya kok Lin. Kalau pas mau bikin nasi goreng," cerita Warto kepadaku. Selanjutnya Warto merebus kepiting temuannya itu, dicampur bumbu 'sumbangan' Mardi. Lima belas menit kemudian masakan matang, dan jadilah malam itu Warto menyantap kepiting asam manis. Benar-benar makyus..., gratis pula. (*)
Kamis, 06 November 2008
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar