Kamis, 30 Oktober 2008

Orok-Orok vs Krisis Global

Oleh: Marlin (blogblitar.blogspot.com)



SEKALI waktu mampirlah ke Kelurahan Ngadirejo, Kecamatan Kepanjenkidul, Blitar. Pasti Anda akan melihat pemandangan beda. Teras rumah mayoritas warga kampung itu dipenuhi tumpukan kayu seukuran paha orang dewasa. Ada yang sudah dipelitur, ada juga yang berupa kayu utuhan.
Kayu-kayu itu merupakan bahan kerajinan orok-orok. Apa pula itu? Ini adalah kerajinan khas Blitar yang biasa dibuat suvenir. Disebut orok-orok karena ketika dimainkan berbunyi seperti orok-orok. Bentuknya seperti kendang kecil dan di tengahnya dipasang tali. Untuk memainkannya dengan cara diputar.
Penemu kerajinan unik ini adalah Andri Susanto dan sang paman, Solikin. Asal tahu saja, di Ngadirejo banyak ditemukan pohon mahoni yang ditanam di pekarangan rumah. Itu yang membuat imajinasi Andri tertantang. "Sayang kalau batang mahoni itu tidak dimanfaatkan jadi barang berharga," kata pria 23 tahun ini, suatu kali.
Mengapa memilih orok-orok? Karena Andri dan Solikin yakin suvenir khas itu punya prospek bagus. Ternyata benar. Meski modal utang, usaha kerajinan itu semakin berkembang ketika ada distributor yang bersedia memasarkan. Cara membuat orok-orok cukup mudah. Kayu mahoni yang sudah dibentuk dibor listrik, selanjutnya dihaluskan dan diberi lubang seukuran pulpen. Tahap terakhir adalah penempelan kulit.
Dalam sebulan, rata-rata Andri bisa memproduksi 10 ribu lebih orok-orok. "Butuh ketelatenan untuk membuat orok-orok," terangnya. Sebuah orok-orok dihargai Rp 500. Padahal di pasaran Bali harganya bisa sampai Rp 3 ribu, bahkan Rp 5 ribu. Sementara di luar negeri dijual Rp 20 ribu.
Beberapa waktu lalu Solikin sempat ketir-ketir menyusul krisis global yang membuat perekonomian AS dan sejumlah negara Eropa ambruk. Beruntung kekhawatiran Solikin tak terjadi. Pesanan tetap mengalir. "Modalnya kepercayaan, itu saja," tutunya. Orok-orok, walau produk kampung, ternyata mampu 'mengalahkan' krisis global. (*)

1 komentar:

wahibi hot spot mengatakan...

kerajinan tangan khas warga tanggung ini sudah nasional. dimana saja ada.